Terlalu banyak buku dan artikel sejarah yang kita baca tidak membuat kita puas dan menemukan jawaban tentang apa yang sebenarnya terjadi di masa lampau. selama ini kita hanya menelan bulat-bulat apa yang dikatakan guru ataupun buku sejarah yang tersedia di sekolah kita, tanpa berfikir falidkah informasi tersebut untuk kita percayai. Setelah kita sudah cukup tersadar untuk mencari tau apa yang sebenarnya terjadi, terlambat. Terlambat untuk memulai dari awal sementara yang lain sudah hampir mencapai pokok kerumitan dari sesuatu tersebut.
Kalkulus adalah momok paling menakutkan bagi pelajar di pelosok manapun, ia tersohor karena untuk memecahkan masalahnya dibutuhkan perpaduan nalar tingkat tinggi dan amplementasi rumus dengan simbol-simbol yang entah apa maksudnya. Pun halnya dengan ilmu ketata-bahasaan. Rumit dan sama tersohornya. bukan karena kesulitan dalam mengartikan simbolnya, tetapi karena dibutuhkan ketelitian untuk merasakan, mengucapkan dan membedakan apa yang baik terucap dan apa yang berbahaya bila sampai terlontar. Kedua ilmu tersebut mempunyai kesulitan masing-masing. Tetapi sejarah bukan kalkulus dan bukan pula ilmu ketaa-bahasaan. Sejarah menyerap semua unsur dari kedua aspek tersebut. Simbol-simbol yang ditinggalkan peradaban terdahulu, penerapan nalar tingkat tinggi untuk memecahkan pemaknaan simbol tersebut, dan etika perasa untuk memilah mana yang akan membangun dan mana yang akan jadi penghancur di atas kehancuran.
Lalu apa makna sebernarnya dari kata SEJARAH ????
Sejarah berasal dari bahasa arab yaitu kata SYAJARATUN yang memiliki arti pohon. Cukup wajar karena kerumitan sejarah bagaikan cabang pohon berusia ribuan tahun yang menjalar keman-mana dan tak seorangpun sanggu mencapai puncak sekaligus inti dari pohon tersebut.
Berbagai sumber menunjukan bahwasanya sejarah merupakan sesuatu yang menjadi hak mutlak kaum yang tengah berkuasa untuk dirubah ataupun ditulis ulang. Terlalu picik untuk menyebutnya pembohongan publik, tapi demikianlah adanya. Kebohongan-kebohongan itu sudah kita terima sejak kita dapat membaca, karena apa yang kita baca adalah apa yang diinginkan pihak yang tengah berkuasa untuk dapat kita baca. Konspirasi tingkat tinggi adalah kata yang paling tepat untuk menggambarkannya.
Contoh kecil adalah mengenai dua dokumen rahasia yang menggemparkan diabad 19. Yaiutu donation of constantine dan supersemar.
Sebuah dokumen muncul pada abad kedelapan yang disebut Donation of Constantine. Menurut para ahli, dengan menimbang dan memperhitungkan semua implikasi yang terkandung di dalamnya merupakan sebuah keganjilan jika dokumen sepenting itu tidak ditemukan lebih awal. Tujuan dokumen itu adalah untuk meyakinkan bahwa Paus adalah wakil Tuhan di bumi. Tetapi tidak hanya itu.
Gereja Roma mengaku bahwa dokumen itu telah ditulis pada abad keempat, yaitu diduga sebelum kematian Kaisar Constantine pada tahun 337 M. Dokumen itu merupakan tanda terimakasih dari Kaisar Constantine pada Paus Sylvester karena telah menyembuhkan sang paus dari penyakit lepra. Dalam pernyataan dan pengumumannya tentang rasa terimakasihnya itu, dia memindahkan seluruh kekuasaan Kaisar Roma Suci kepada Gereja. Kekuasaan itu termasuk hak untuk memilih dan memecat para raja.
Gereja Roma segera bersiap untuk bekerja dengan melaksanakannya pada tahun 751 M ketika mereka menobatkan Peppin the Fat sebagai raja Perancis. Ketika itu raja-raja Merovingian dipecat dan digantikan oleh pembantu-pembantu mereka, yaitu para Mayors of the Palace. Gereja menawarkan diri untuk mendukung raja-raja bonekayang diangkat oleh Gereja Roma Katolik, misalnya raja-raja dari dinasti Carolingian. Ada sedikit keraguan tentang apakah dinasti Merovingian mencurigai dokumen tersebut. Lagipula, Constantine merupakan keturunan Merovingian dan kaum Merovingian hanya dapat terheran-heran dengan kebodohan Constantine ketika menghapus hak asazi mereka yang sudah berusia berabad-abad. Kita juga diharapkan mempercayai bahwa Constantine mendermakan semua jubah dan kemewahan kerajannya. Tetapi Paus sebagai seorang yang terhormat menolak semua kecurigaan tersebut.
Hal itu mengindikasikan upaya dan keberhasilan Gereja untuk merampas kekuasaan keturunan Raja yang sah bagi Gereja sendiri. Dari sudut pandang umum, hak tersebut ada pada konstantine untuk memberikan kekuasaan begitu dia melihat hal itu tepat.
Sejak kemunculan dokumen yang masih dipertanyakan asal-usulnya tersebut, gereja Roma berkembang dengan sangat pesatnya. Setiap raja Eropa yang berkuasa adalah karena penobatan yang dilakukan oleh perwakilan Gereja. Segala hukum dalam kerajaan yang dijalankan oleh pemerintahan telah ada berkat kebaikan dokumen tersebut. Karena itulah kekuasaan Gereja menjadi mutlak.
Kedahsyatan dokumen tersebut menggelitik berbagai ahli dari penjuru dunia untuk meneliti keabsahannya. Salah satunya adalah Lorenzo Valla peneliti keabsahan Donation of Constantine selama masa Renaissance. Dia tau bahwa susunan kata-kata dala Perjanjian Baru mengenai petunjuk-petunjuk yang muncul dalam naskah Donation of Constantine berasal dari versi terjemahan Alkitab dan tidak pernah ada sebelum itu. Versi tersebut telah dikumpulkan oleh St.Jerome, yang belum dilahirkan hingga kira-kira dua puluh tahun setelah Konstantin diperkirakan menandatangani dokumen Donation itu. Lebih lagi bahasa Latin yang digunakan dalam dokumen tersebut adalah Pig Latin, yang sebenarnya belum digunakan hingga abad kedelapan. Juga upacara yang disebutkan dalam Donation of Constantine tidak ada pada masa pemerintahan Konstantin. Meski begitu pernytaan itu tidak menghentikan kebohongan terbesar yang dapat diperdebatkan dalam sejarah. Kenyataannya, The Donation of Constantine masih digunakan hingga kini.
Gereja tidak membuang kesempatan untuk menegaskan otoritasnya pada Abad Pertengahan dengan dukungan kebohongan itu. Sepucuk surat dari Paus Gregory IX kepada kaisar Frederick II berjudul “Si Memorium Beneficiorum,” bertanggal 23 Oktober 1236 dan isinya sebagai berikut :
... bahwa ketika sang Vicar of the Prince of Apostole (Paus Roma) memerintah kekaisaran pendeta dan jiwa-jiwa diseluruh dunia, maka dia juga harus juga mengendalikan benda dan tubuh di seluruh dunia; dan dengan mempertimbangkan bahwa dia harus memerintah segala hal di bumi dengan kendali keadilan bagi orang yang – seperti yang diketahui – telah dijanjikan Tuhan d bumi untuk memberikan kuasa atas hal-hal spiritual. Kaisar Konstantin merendahkan dirinya dengan sumpahnya dan menyerahkan kekaisaran kepada pengurusan yang abadi yaitu Paus Roma dengan Imperial Insignia (Lencana Kerajaan) dan tongkat lambang kekuasaan berikut Kota serta daerah kekuasaan Duke di Roma ...
Di Britania Raya, dengan penerapan Donation of Constantine, penobatan secara sah telah dilakukan oleh Uskup-Uskup Agung dari Gereja Inggris. Ketika Raja Henry VIII memisahkan diri dari Gereja Katolik Roma karena permintaan pernikahan, dia membiarkan Uskup Agung tetap memiliki hak menciptakan raja-raja dengan menobatkannya. Dengan demikian sejak itu Henry VIII telah mengabdikan diri terhadap kebohongan tersebut. Dia seharusnya tidak berhak, jika melihat garis keturunsn seharusnya tidak ada keturunan Tudor yang berhak atas tahta.
Kasak-kusuk mengenai ketidak-absahan Donation of Constantine bukan isapan jempol belaka. Banyak bukti yang mendukung pembenaran teori tersebut. Tetapi ada beberapa pihak yang berusaha mengkasatkan mata dunia dari dokumen tersebut, dan sayangnya kekuasaan yang tergambar jelas di tangan mereka semakin mempermudahkan langkah mereka dalam usahanya untuk mengisolasi kita.
Setelah mengkaji masalah The Donation of Constantine, menemukan kerumitan dari perdebatan tentang absah atau ketidak absahan dokumen tersebut, dan tidak menemukan jawabannya, jangan lelah karena dokumen tersebut hanya sebuah makanan pembuka dari perjamuan politik yang bersifat memaksa.
Kejadian serupa juga terjadi di tanah air. Sebuah dokumen mengemuka di tengah pergolakan kudeta dan perebutan kekuasaan. Menjadi determiner dari kekisruhan yang terjadi di masa awal kemerdekaan dan kembali pada hakikat manusia yang notabene adalah tempatnya salah dan lupa, sang determiner bukanlah jawaban dan dokumen tersebut hanya menjadi sampa sejarah yang entah dimana keberadaannya. Super Semar.
Surat Perintah Sebelas Maret atau Surat Perintah 11 Maret yang disingkat menjadi Supersemar adalah surat perintah yang ditandatangani oleh Presiden Republik Indonesia Soekarno pada tanggal 11 Maret 1966.
Surat ini berisi perintah yang menginstruksikan Soeharto, selaku Panglima Komando Operasi Keamanan dan Ketertiban (Pangkopkamtib) untuk mengambil segala tindakan yang dianggap perlu untuk mengatasi situasi keamanan yang buruk pada saat itu.
Surat Perintah Sebelas Maret ini adalah versi yang dikeluarkan dari Markas Besar Angkatan Darat (AD) yang juga tercatat dalam buku-buku sejarah. Sebagian kalangan sejarawan Indonesia mengatakan bahwa terdapat berbagai versi Supersemar sehingga masih ditelusuri naskah supersemar yang dikeluarkan oleh Presiden Soekarno di Istana Bogor.
KELUARNYA SUPERSEMAR
Menurut versi resmi, awalnya keluarnya supersemar terjadi ketika pada tanggal 11 Maret 1966, Presiden Soekarno mengadakan sidang pelantikan Kabinet Dwikora yang disempurnakan yang dikenal dengan nama "kabinet 100 menteri". Pada saat sidang dimulai, Brigadir Jendral Sabur sebagai panglima pasukan pengawal presiden' Tjakrabirawa melaporkan bahwa banyak "pasukan liar" atau "pasukan tak dikenal" yang belakangan diketahui adalah PasukanKostrad dibawah pimpinan Mayor Jendral Kemal Idris yang bertugas menahan orang-orang yang berada di Kabinet yang diduga terlibat G-30-S di antaranya adalah Wakil Perdana Menteri I Soebandrio.
Berdasarkan laporan tersebut, Presiden bersama Wakil perdana Menteri I Soebandrio dan Wakil Perdana Menteri III Chaerul Salehberangkat ke Bogor dengan helikopter yang sudah disiapkan. Sementara Sidang akhirnya ditutup oleh Wakil Perdana Menteri II Dr.J. Leimena yang kemudian menyusul ke Bogor.
Situasi ini dilaporkan kepada Mayor Jendral Soeharto (yang kemudian menjadi Presiden menggantikan Soekarno) yang pada saat itu selaku Panglima Angkatan Darat menggantikan Letnan Jendral Ahmad Yani yang gugur akibat peristiwa G-30-S/PKI itu. Mayor Jendral (Mayjend) Soeharto saat itu tidak menghadiri sidang kabinet karena sakit. (Sebagian kalangan menilai ketidakhadiran Soeharto dalam sidang kabinet dianggap sebagai sekenario Soeharto untuk menunggu situasi. Sebab dianggap sebagai sebuah kejanggalan).
Mayor Jendral Soeharto mengutus tiga orang perwira tinggi (AD) ke Bogor untuk menemui Presiden Soekarno di Istana Bogor yakni Brigadir Jendral M. Jusuf, Brigadir Jendral Amirmachmud dan Brigadir Jendral Basuki Rahmat. Setibanya di Istana Bogor, pada malam hari, terjadi pembicaraan antara tiga perwira tinggi AD dengan Presiden Soekarno mengenai situasi yang terjadi dan ketiga perwira tersebut menyatakan bahwa Mayjend Soeharto mampu menendalikan situasi dan memulihkan keamanan bila diberikan surat tugas atau surat kuasa yang memberikan kewenangan kepadanya untuk mengambil tindakan. Menurut Jendral (purn) M Jusuf, pembicaraan dengan Presiden Soekarno hingga pukul 20.30 malam.
Presiden Soekarno setuju untuk itu dan dibuatlah surat perintah yang dikenal sebagai Surat Perintah Sebelas Maret yang populer dikenal sebagai Supersemar yang ditujukan kepada Mayjend Soeharto selaku panglima Angkatan Darat untuk mengambil tindakan yang perlu untuk memulihkan keamanan dan ketertiban.
Surat Supersemar tersebut tiba di Jakarta pada tanggal 12 Maret 1966 pukul pukul 01.00 waktu setempat yang dibawa oleh Sekretaris Markas Besar AD Brigjen Budiono. Hal tersebut berdasarkan penuturan Sudharmono, dimana saat itu ia menerima telpon dari MayjendSutjipto, Ketua G-5 KOTI, 11 Maret 1966 sekitar pukul 10 malam. Sutjipto meminta agar konsep tentang pembubaran PKI disiapkan dan harus selesai malam itu juga. Permintaan itu atas perintah Pangkopkamtib yang dijabat oleh Mayjend Soeharto. Bahkan Sudharmono sempat berdebat dengan Moerdiono mengenai dasar hukum teks tersebut sampai surat Supersemar itu tiba.
Beberapa Kontroversi tentang Supersemar
Menurut penuturan salah satu dari ketiga perwira tinggi AD yang akhirnya menerima surat itu, ketika mereka membaca kembali surat itu dalam perjalanan kembali ke Jakarta, salah seorang perwira tinggi yang kemudian membacanya berkomentar "Lho ini khan perpindahan kekuasaan". Tidak jelas kemudian naskah asli Supersemar karena beberapa tahun kemudian naskah asli surat ini dinyatakan hilang dan tidak jelas hilangnya surat ini oleh siapa dan dimana karena pelaku sejarah peristiwa "lahirnya Supersemar" ini sudah meninggal dunia. Belakangan, keluarga M. Jusuf mengatakan bahwa naskah Supersemar itu ada pada dokumen pribadi M. Jusuf yang disimpan dalam sebuah bank.
Menurut kesaksian salah satu pengawal kepresidenan di Istana Bogor, Letnan Satu (lettu) Sukardjo Wilardjito, ketika pengakuannya ditulis di berbagai media massa setelah Reformasi 1998 yang juga menandakan berakhirnya Orde Baru dan pemerintahan Presiden Soeharto. Dia menyatakan bahwa perwira tinggi yang hadir ke Istana Bogor pada malam hari tanggal 11 Maret 1966 pukul 01.00 dinihari waktu setempat bukan tiga perwira melainkan empat orang perwira yakni ikutnya Brigadir jendral (Brigjen) M. Panggabean. Bahkan pada saat peristiwa Supersemar Brigjen M. Jusuf membawa map berlogo Markas Besar AD berwarna merah jambu serta Brigjen M. Pangabean dan Brigjen Basuki Rahmat menodongkan pistol kearah Presiden Soekarno dan memaksa agar Presiden Soekarno menandatangani surat itu yang menurutnya itulah Surat Perintah Sebelas Maret yang tidak jelas apa isinya. Lettu Sukardjo yang saat itu bertugas mengawal presiden, juga membalas menodongkan pistol ke arah para jenderal namun Presiden Soekarno memerintahkan Soekardjo untuk menurunkan pistolnya dan menyarungkannya. Menurutnya, Presiden kemudian menandatangani surat itu, dan setelah menandatangani, Presiden Soekarno berpesan kalau situasi sudah pulih, mandat itu harus segera dikembalikan. Pertemuan bubar dan ketika keempat perwira tinggi itu kembali ke Jakarta. Presiden Soekarno mengatakan kepada Soekardjo bahwa ia harus keluar dari istana. “Saya harus keluar dari istana, dan kamu harus hati-hati,” ujarnya menirukan pesan Presiden Soekarno. Tidak lama kemudian (sekitar berselang 30 menit) Istana Bogor sudah diduduki pasukan dari RPKAD dan Kostrad, Lettu Sukardjo dan rekan-rekan pengawalnya dilucuti kemudian ditangkap dan ditahan di sebuah Rumah Tahanan Militer dan diberhentikan dari dinas militer. Beberapa kalangan meragukan kesaksian Soekardjo Wilardjito itu, bahkan salah satu pelaku sejarah supersemar itu, Jendral (Purn) M. Jusuf, serta Jendral (purn) M Panggabean membantah peristiwa itu.
Menurut Kesaksian A.M. Hanafi dalam bukunya "A.M Hanafi Menggugat Kudeta Soeharto", seorang mantan duta besar Indonesia diKuba yang dipecat secara tidak konstitusional oleh Soeharto. Dia membantah kesaksian Letnan Satu Sukardjo Wilardjito yang mengatakan bahwa adanya kehadiran Jendral M. Panggabean ke Istana Bogor bersama tiga jendral lainnya (Amirmachmud, M. Jusuf dan Basuki Rahmat) pada tanggal 11 Maret 1966 dinihari yang menodongkan senjata terhadap Presiden Soekarno. Menurutnya, pada saat itu, Presiden Soekarno menginap di Istana Merdeka, Jakarta untuk keperluan sidang kabinet pada pagi harinya. Demikian pula semua menteri-menteri atau sebagian besar dari menteri sudah menginap diistana untuk menghindari kalau datang baru besoknya, demonstrasi-demonstrasi yang sudah berjubel di Jakarta. A.M Hanafi Sendiri hadir pada sidang itu bersama Wakil Perdana Menteri (Waperdam) Chaerul Saleh. Menurut tulisannya dalam bukunya tersebut, ketiga jendral itu tadi mereka inilah yang pergi ke Istana Bogor, menemui Presiden Soekarno yang berangkat kesana terlebih dahulu. Dan menurutnya mereka bertolak dari istana yang sebelumnya, dari istana merdeka Amir Machmud menelepon kepada Komisaris Besar Soemirat, pengawal pribadi Presiden Soekarno di Bogor, minta ijin untuk datang ke Bogor. Dan semua itu ada saksinya-saksinya. Ketiga jendral ini rupanya sudah membawa satu teks, yang disebut sekarang Supersemar. Di sanalah Bung Karno, tetapi tidak ditodong, sebab mereka datang baik-baik. Tetapi di luar istana sudah di kelilingi demonstrasi-demonstrasi dan tank-tank ada di luar jalanan istana. Mengingat situasi yang sedemikian rupa, rupanya Bung Karno menandatangani surat itu. Jadi A.M Hanafi menyatakan, sepengetahuan dia, sebab dia tidak hadir di Bogor tetapi berada di Istana Merdeka bersama dengan menteri-menteri lain. Jadi yangdatang ke Istana Bogor tidak ada Jendral Panggabean. Bapak Panggabean, yang pada waktu itu menjabat sebagai Menhankam, tidak hadir.
Tentang pengetik Supersemar. Siapa sebenarnya yang mengetik surat tersebut, masih tidak jelas. Ada beberapa orang yang mengaku mengetik surat itu, antara lain Letkol (Purn) TNI-AD Ali Ebram, saat itu sebagai staf Asisten I Intelijen Resimen Tjakrabirawa.
Kesaksian yang disampaikan kepada sejarawan asing, Ben Anderson, oleh seorang tentara yang pernah bertugas di Istana Bogor. Tentara tersebut mengemukakan bahwa Supersemar diketik di atas surat yang berkop Markas besar Angkatan Darat, bukan di atas kertas berkop kepresidenan.
Inilah yang menurut Ben menjadi alasan mengapa Supersemar hilang atau sengaja dihilangkan.
Berbagai usaha pernah dilakukan Arsip Nasional untuk mendapatkan kejelasan mengenai surat ini. Bahkan, Arsip Nasional telah berkali-kali meminta kepada Jendral (Purn) M. Jusuf, yang merupakan saksi terakhir hingga akhir hayatnya 8 September 2004, agar bersedia menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi, namun selalu gagal. Lembaga ini juga sempat meminta bantuan Muladi yang ketika itu menjabat Mensesneg, Jusuf Kalla, dan M. Saelan, bahkan meminta DPR untuk memanggil M. Jusuf. Sampai sekarang, usaha Arsip Nasional itu tidak pernah terwujud. Saksi kunci lainnya, adalah mantan presiden Soeharto. Namun dengan wafatnya mantan Presiden Soeharto pada 27 Januari 2008, membuat sejarah Supersemar semakin sulit untuk diungkap.
Dengan kesimpangsiuran Supersemar itu, kalangan sejarawan dan hukum Indonesia mengatakan bahwa peristiwa G-30-S/PKI dan Supersemar adalah salah satu dari sekian sejarah Indonesia yang masih gelap.
Kedua cerita yang melatar-belakangi kemunculan dokumen-dokumen yang menggegerkan dunia tersebut hanyalah sebuah riak kecil ditengah ribuan bahkan jutaan gelombang konspirasi sejarah yang lebih besar. Jika memang benar demikian adanya, sanggupkah kita menjelaskan apa yang sesungguhnya terjadi sebelum tangan-tangan jahil itu mengutak-atik ceritanya ???
Intensitas ketersesatan kita semakin tinggi seiring meningginya informasi yang ditangkap sang indra, seolah terjebak diantara dua zona hitam-putih yang entah dimana berpangkal dan entah dimana pula akan berujung. Terlepas dari cerita mana yang hitam dan cerita mana yang putih, ada tanggung jawab lain yang sivatnya lebih mendasar, tanggung jawab moriil selaku ujung tonggak dari mata rantai sosial. Sebagai indifidu mortal. Terlalu pseude-inlektualis kesannya jika saya harus mengurai satu demi satu dari sekian banyak tanggung jawab yang anda emban, maka dari itu serahkanlah semuanya pada hati nurani yang mungkin eksistensinya sudah semakin diragukan, untuk memilih dan memilah. Insya Allah anda akan menemukan jawaban daricarut marut konspirasi dan pemalsuan dalam mekanisme pewartaan sejarah ini.
0 komentar:
Posting Komentar